PART 6
“Assalamu’alaikum,
bu, ibu.” Gadis kecil itu kini telah sampai dirumahnya. Ia istirahatkan sejenak
badannya di atas meja bambu yang terdapat di depan tumahnya. Sambil
beristirahat ia lepaskan sepatu dan kaos kakinya. Sepatu itu merupakan sepatu
kesayangan yang diberikan oleh mendiang ayahnya. Walaupun usang, ia tetap
memakai sepatu itu. Ia ingat waktu itu hari ulang tahunnya. Ayahnya memberikan
sepatu dan tas kepadanya. Hari itu merupakan hariyang tak pernah ia lupakan.
“Caca,
ca.”
“Iya
yah.”
“kesini
sebentar, ayah punya sesuatu buat kamu.”
“Iya
yah, tunggu sebentar ya.” Tak lama kemudian ia menghampiri ayahnya.
“Ada
apa yah?”
“Ehm
. . . tadaaa . . .”
“Wah
apa nih ya.”
“Ayo
buka.” Ia langsung membuka kotak besar yang dibungkus oleh kertas koran.
“Waaaahhhh
. . . makasih ya pa.”
“Iya,
selamat ulang tahun ya.”
“Iya
yah, makasih ya yah.” Gadis kecil itu
langsung memeluk ayahnya.
Tak
terasa air mata menetes di pipi gadis kecil itu. Hari itu menjadi memori
terindah dalam hidupnya sekaligus menjadi momen menyedihkan karena, selang
beberapa hari setelah ulang tahunnya, sang ayah di panggil oleh sang pencipta.
Kejadian tersebut menjadi pukulan tersendiri baginya. Ketika ia sedang
memikirkan masa lalunya, tiba – tiba datang seorang nenek tua yang
menghampirinya. Nenek itu berpakaian kumuh dengan kepala yang ditutupi kerudung
dan membawa tas yang dibuat dari kain yang biasa digunakan untuk menggendong
bayi, tak lupa tongkat ditangan kanannya sebagai pembatunya dalam melangkah.
“Cu,
kamu kenapa?” Sontak gadis kecil itu kaget. Ia langsung meluk tasnya seolah
ingin melindungi diri.
“Tenang,
nenek enggak bakal nyakitin kamu. Kamu kenapa kok nangis?” Caca masih merasa
takut, ia hanya diam sambil melihat kearah nenek itu. Matanya yang berkaca –
kaca itu masih mengeluarkan tetesan air mata yang membasahi pipinya, tergambar
ketakutan di wajahnya.
“Ya
sudah kalau gitu, ini buat kamu.” Nenek itu mengeluarkan boneka dari dalam tas
kain itu dan memberikan kepada Caca. Boneka itu merupakan boneka bayi dengan
rambut pirang dan mata biru yang indah, walaupun sedikit kotor pada pakaian
yang bergaya lolita.
“Semoga
kamu tidak sedih lagi ya.” Nenek itu langsung melangkah meninggalkan Caca. Sebelum
nenek itu melangkah semakin jauh, Caca menghampiri nenek itu dan memberikan
roti yang berada didalam tasnya.
“Ini
untuk nenek, makasih ya nek.” Nenek itu membalas dengan senyuman dan mengelus
kepala Caca. Tak lama kemudian nenek itu pergi meninggalkan Caca. Caca kembali
ke depan rumahnya dan duduk sambil memainkan boneka itu. Tak lama kemudian
ibunya Caca datang dengan membawa beberapa kantong yang berisi sayur – sayuran,
ia langsung menghampiri anaknya.
“Ca,
kamu udah pulang?”
“Udah
bu, tadi pulang cepet, soalnya gurunya ada rapat.”
“Oh
ya udah.” Bu Minah langsung mengambil kunci yang ada dikantongnya dan membuka
pintu semetara itu, Caca masih asik memainkan bonekanya. Ia asik berbincang –
bincang dengan boneka itu, seolah – olah boneka itu dapat berbicara. Setelah
selesai membuka pintu bu Minah langsung memasukkan barang belanjaannya kedapur
sementara itu Caca masih asik memainkan bonekanya. Bu Minah kembali kedepan dan
memanggil Caca untuk membantunya memasak di dapur.
“Ca,
bantuin ibu yuk.”
“Oh
iya bu, bantuin apa?”
“Bantuin
ibu masak, kamu ganti baju dulu ya. Ngomong – ngomong itu boneka dari mana?”
“Oh
ini, tadi ada yang kasih sama aku bu.”
“Oh,
coba ibu lihat.” Caca pun memberikan baju itu dan melihatnya.
“Wah
bagus juga, nanti bajunya kita cuci ya, terus kita bikin yang baru.”
“Yang
bener bu, wah, makasih ya bu.”
“Iya,
ya udah kamu ganti baju dulu, abis itu bantuin ibu ya.”
“Siap bu.”

No comments:
Post a Comment