Tuesday, August 4, 2015

Help Me!

PART 9


“Shasi? Si?” Butiran keringat keluar dari pori – pori kulitnya. Wanita tua itu dengan panik mencoba membangunkan anaknya yang sudah beberapa hari tidak sadarkan diri. Ia mengambil handuk yang berada di atas meja lalu mengusap muka anaknya.
            “HAH.” Sontak Shasi pun tersadar. Badannya terpental duduk seolah ada yang mendorong dan matanya, menyiratkan rasa ketakutan dan kepanikan. Ibunya yang berada di samping merasa kaget sekaligus senang karena anaknya sudah sadar.  
            “Shasi, syukur nak kamu sudah sadar.”
Mukanya masih menyiratkan kebingungan. “Sebenarnya apa yang terjadi tadi. Bu aku kenapa?”
            “Kamu sudah tidak sadarkan diri selama tiga hari nak.”
            “Hah, tiga hari. Emangnya aku kenapa?” ia melihat sekujur tubuhnya dan mendapati tangannya kirinya yang dibalut oleh kain perban. “Lalu bu, tangan aku kenapa?”
            “Kamu tidak ingat nak? Kamu habis kecelakaan.”
            “Hah, kecelakaan?”
            “Iya, waktu kamu pulang kerja.”
            “Pulang kerja? Toni? Bu Keadaan Toni gimana?”
            “Toni? Oh lelaki itu, dia teman kamu? Ibu tidak tau nak, ibu hanya melihat dia sekilas waktu dirumah sakit. Tapi kamu tidak usah khawatir dia sudah di urus oleh keluarganya.”
            “Oh syukurlah.” Mereka berpelukan sambil mengucap syukur.
            Shasi duduk didepan rumah sambil menatap kondisi sekitar. Ia mencoba mengingat – ingat kejadian tiga hari yang lalu. Sebenarnya apa yang terjadi, kenapa ia dan Toni bisa kecelakaan. Shasi mencoba mengingat, tetapi hanya gambaran gelap yang ia dapatkan. “Toni, bagaimana dengan keadaanya saat ini?” tanya Shasi dalam hatinya.
            “Kak Shasi, kak.” Suara Caca terdengar dari dalam.
            “Ia ca, kakak di luar.” Gadis itu muncul dari belakang Shasi dengan tangan memegang boneka.
            “Kak, kata ibu makan dulu habis itu minum obat.”
            “Ia.” Jawab Shasi dengan tatapan ke depan namun, ketika Shasi mengalihkan perhatiannya ke adiknya, ia terkejut dengan apa yang ia lihat. Shasi melihat sosok anak kecil itu dan sontak ia menjerit pelan. Shasi mengusap matanya dengan kedua tangan memastikan apa yang ia lihat itu salah. Namun setelah ia mengusap mata, sosok anak kecil itu berubah menjadi adiknya kembali.
            Heran melihat ekspresi kakaknya Caca pun menanyakannya kepada Shasi. “Kakak kenapa?”
            “Engh, eng, enggak papa kok. Oh ya kamu dapat boneka itu dari mana?”
            “Oh ini, aku dikasih sama nenek kak.”
            “Nenek? Nenek siap? Bukannya nenek kita sudah meninggal?”
            “Bukan itu kak, jadi ceritanya waktu itu aku nangis terus ada nenek yang coba hibur aku dan dia kasih boneka ini ke aku dan sebagai ucapan terimakasih aku kasih nenek itu roti yang aku beli di sekolah kakak dan dia senang.”
            “Ooh, terus neneknya pergi kemana?”
            “Aku enggak tau kak.”
            “Oh ya udah. Kaka boleh lihat bonekanya enggak?”
            “Boleh kak, ini.” Shasi mengambil boneka itu dan memperhatikan dengan seksama apa benar boneka itu sama seperti dengan boneka punya anak kecil itu. Ternyata benar, sama seperti boneka anak kecil itu. Entah kebetulan atau tidak? Tapi, Shasi mencoba untuk berfikir positif, tidak hanya anak itu yang punya boneka ini, banyak anak kecil lain yang mempunyai boneka ini.
            ‘Shashi, makan dulu nak biar abis itu kamu minum obat.” Suara bu Minah terdengar dari dalam.
            “Ia bu.” Balas Shasi. “Ya udah yuk makan bareng-bareng dek.” Kata Shasi ke adiknya sambil mengembalikan boneka itu.

                                                                                - 0 -

            “Lu tau kagak rumahnya Shasi?” tanya Rara dengan logat betawinya yang masih kental.
            “Iya gua tau, tadi kata orang itu tinggal lurus aja abis itu belok kiri.”
           “Mana belokannye. Perasaan ni jalan lempeng aje udah kayak jembatan shirothol mustakim.”
            “Ya elah, sabar napa mpok. Iye dah yang udah pernah ngerasain jembatan shirothol mustakim mah.”
            “Hehehe sial lu. Oh iya no belokannya, cepet tin udah gak sabar gua pengen istirahat.”
            “Iya sabar bu, Tadi aja bawel.” Setelah perjalanan yang cukup lama akhirnya mereka sampai di rumah Shasi. Tampa banyak fikir lagi, Rara langsung mengetuk pintu rumah Shasi. Setelah menunggu beberapa detik pintu rumah itu pun terbuka dan keluarlah sosok anak kecil yang tak bukan adalah adiknya Shasi.
            “Dek, Shasinya ada?” tanya Rara
            “Ada kak, maaf kakak ini siapa ya?”
            “Oh, kita teman kerjanya Shasi.”
            “Oh teman kerja kakak, silahkan masuk kak.”
            “Ia dek, terimakasih.” Caca langsung pergi memanggil Shasi yang sedang berada di dapur. Tak lama kemudian, Shasi pun keluar. Shasi cukup terkejut melihat teman-temannya yang datang menjenguknya.
            “Rara, Tina. Kalian apa kabar?”
            “Salah kali, seharusnya kita yang nanya ke lu, kita sih baik-baik aja, lu gimana keadaannya si? ”
            “Hahaha, aku udah mendingan kok. Oh ya kalian tau rumah aku dari siapa?”
            “Kita tau rumah lu dari Toni.” Saut Rara
            “Toni? Gimana keadaanya? Dia baik-baik aja kan?”
            “Ciee perhatian banget sih.” Ledek Rara namun, Shasi hanya tertunduk malu.
            “Tenang aja, untungnya dia enggak kenapa-kenapa. Dia cuma butuh istirahat lebih lama lagi.”
            “Alhamdulillah.”
            “Oh ya si, maaf nih. Rumah lu kan jauh banget jalannya. Agak seret tenggorokannya?” modus Rara
            “Oh ya, tunggu sebentar ya aku ambil minumnya dulu. Sampai lupa.”
            “Udah si gak usah di dengerin nih anak satu, kasih aja air kobokan.” Ledek Tina
            “Iklan jeruk makan jeruk kali gua.” Balas Rara
            “Hahaha, udah gak papa kok. Tunggu sebentar ya.”

No comments:

Post a Comment